SHARE

Fadli Zon (Soki)

CARAPANDANG.COM – Presiden Joko Widodo melakukan blusukan bersama Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde, Senin (26/2/2018). Blusukan dilakukan ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) dan Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Blusukan ini menimbulkan pro kontra tersendiri. Mengingat oleh beberapa kalangan, IMF dianggap biang kerok krisis ekonomi Indonesia di tahun 1998 yang terus menghebat.

Salah satu pihak yang kontra terhadap peran IMF adalah Fadli Zon. Wakil Ketua DPR ini berpandangan IMF merupakan pihak yang menghancurkan ekonomi Indonesia di medium 1997-1998 kala krisis ekonomi terjadi. Fadli Zon juga mengkritisi penggunaan uang negara dalam jumlah besar untuk penyelenggaraan acara IMF-Bank Dunia di Bali pada Oktober 2018.

Bukan kali ini saja Fadli mengkritik IMF, pada bukunya Politik Huru Hara Mei 1998 (halaman 8-9), ia mengungkapnya sebagai berikut:

IMF selain menyarankan kebijakan-kebijakan standar sebagaimana di atas, juga memasukkan muatan politik guna memutus monopoli dan kegiatan bisnis anak-anak Soeharto. Perwakilan Amerika di IMF cenderung mendukung kebijakan memangkas KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) ketimbang stabilisasi rupiah yang jelas lebih tinggi tingkat urgensinya ketika itu. KKN jelas memperburuk situasi, namun sulit dikatakan sebagai penyebab krisis. Selama tiga dekade pemerintahan Soeharto, IMF dan World Bank ikut menyaksikan kegiatan praktek-praktek korupsi dan kolusi tersebut namun selalu menutup mata. Di sisi lain, IMF menuduh kegagalan paket IMF karena pemerintah tidak menjalankan arahan IMF.

Sejak IMF terlibat menangani krisis moneter di Indonesia, mulai 31 Oktober 1997, terjadi krisis yang lebih dalam dan kompleks. Keberadaan IMF di Indonesia membawa efek negatif dalam penyelesaian krisis ekonomi dan cenderung memperparah krisis. Pertama, kebijakan IMF dalam LoI cenderung inkonsisten, tidak mempertimbangkan keadaan sosial politik Indonesia ketika itu dan memang menggunakan pola one size fits all. Blunder terbesar IMF adalah penutupan 16 bank swasta yang diduga bank kroni, tanpa menyiapkan perangkat pengaman lebih dulu. Kebijakan ini mengakibatkan rusaknya sektor perbankan Indonesia secara menyeluruh. Kedua, pola penanganan krisis yang dipakai IMF di Indonesia telah gagal memulihkan ekonomi Indonesia. Pola itu, seperti juga dilakukan di negara-negara krisis lain adalah (a) rezim moneter ketat dalam stabilisasi kurs dan (b) rezim moneter ketat dalam stabilisasi inflasi. Ketiga, apa yang diberikan IMF, bantuan berupa utang, menjadi jebakan (trap) agar Indonesia tetap tergantung pada institusi ini untuk waktu yang lama. Dengan instrumen utang, IMF dapat mengendalikan ekonomi bahkan politik Indonesia. Keempat, IMF menganggap enteng situasi, bahwa masalah utang luar negeri swasta jangka pendek yang jatuh tempo merupakan ganjalan serius. Kelima, janji bail out IMF sebesar US$ 42,3 milyar ternyata cuma gertakan. Realisasinya hingga Mei 1998 tak lebih dari US$ 5 milyar yang dikeluarkan IMF. Keenam, IMF di Indonesia menjadi agen globalisasi yakni mengharuskan liberalisasi perdagangan, privatisasi atau penjualan aset-aset negara yang penting dan vital.