Ibrahim memastikan bahwa ia akan menyusun makalah tentang perlunya kebijakan teknologi kripto dan blockchain yang akan diajukan untuk ditinjau dan disetujui oleh kabinet sesegera mungkin. Ia juga menekankan pentingnya regulasi untuk kripto guna “menjaga kepentingan rakyat dan mencegah kebocoran.”
"Inovasi ini seperti AI, yang akan mengubah dunia keuangan. Kita tidak boleh berdiam diri dan menunggu, lalu dipaksa melakukannya setelah orang lain melakukannya," katanya.
Laporan Crypto News menyebut jika negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand dan Singapura telah mengadopsi pendekatan serupa untuk mengembangkan pusat kripto mereka sendiri.
Kedua negara tersebut mengikuti jejak pemerintahan baru Amerika, yang telah vokal tentang rencananya untuk pemerintahan yang lebih pro-kripto di bawah Presiden terpilih Trump.
Selain itu, Ibrahim ingin bekerja sama dengan Uni Emirat Arab dan mengambil pelajaran dari mereka dalam hal cara membuat dan menerapkan regulasi untuk industri aset digital yang berkembang pesat.
"Mereka (para pemimpin UEA) merasa dapat menjalin kerja sama yang erat dengan Malaysia terkait isu ini. Kita perlu membahasnya secara rinci, meninggalkan model bisnis lama, dan memberi makna pada kebijakan keuangan digital ini," kata Ibrahim.
Ia berharap pemerintah Malaysia dapat lebih berpikiran terbuka terhadap perkembangan dan tantangan baru yang hadir dalam bentuk industri kripto.