SHARE

istimewa

CARAPANDANG - Lagi-lagi harga emas mencetak rekor baru. Rekor didorong optimisme pasar akan pemangkasan suku bunga Amerika Serikat (AS) hingga peningkatan permintaan safe-have akibat perang di Timur Tengah.

Pada perdagangan Selasa (5/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup menguat 0,59% di posisi US$ 2.127,54 per troy ons. Harga penutupan tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

Sebelum penutupan, harga emas bahkan sempat menyentuh level US$ 2.141,59 per troy ons, mengalahkan rekor intraday tertinggi pada 4 Desember 2023 di level US$ 2.135,4 per troy ons.

Harga emas sudah mencetak rekor selama tiga hari beruntun yakni pada Jumat pekan lalu, Senin kemarin, dan perdagangan kemarin.

Pada perdagangan Senin (5/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup menguat 1,52% di posisi US$ 2.114,99 per troy ons. Pada perdagangan Jumat (1/3/2024) harga emas di pasar spot ditutup di posisi US$ 2083,39 per troy ons. Rekor dalam tiga hari terakhir mengalahkan catatan sebelumnya yakni US$ 2.077,16 per troy pada 27 Desember 2023.

Harga emas sudah pecah rekor sebanyak lima kali dalam kurun waktu tiga bulan terakhir yakni pada pada awal Desember 2023 di US$ 2.070,9 per troy ons kemudian pada 27 Desember 2023, Jumat pekan lalu, Senin pekan ini, dan perdagangan kemarin.

Sementara, hingga pukul 06.15 WIB Rabu (6/3/2024), harga emas di pasar spot bergerak lebih rendah atau turun 0,03% di posisi US$ 2.126,83 per troy ons.

Emas mencapai rekor tertinggi pada perdagangan Selasa dipicu oleh meningkatnya spekulasi penurunan suku bunga AS pada bulan Juni 2024 dan permintaan safe-haven akibat konflik di Timur Tengah.

"Alasan utamanya adalah kita melihat pasar semakin percaya bahwa penurunan suku bunga The Fed akan segera terjadi," ujar Bart Melek, kepala strategi komoditas di TD Securities, kepada Reuters.

"Pasar harus sedikit lebih yakin agar emas bisa bergerak lebih tinggi, namun pada kuartal kedua, kami pikir harga bisa mencapai lebih dari US$ 2.300," tambah Melek.

Emas, yang sering digunakan sebagai penyimpan nilai yang aman selama masa ketidakpastian politik dan keuangan, telah naik lebih dari US$ 300 dolar sejak dimulainya perang Israel-Hamas.

"Risiko geopolitik yang muncul dari Laut Merah dan tahun dengan kalender pemilu yang padat secara global kemungkinan akan menunjukkan berlanjutnya penguatan permintaan ritel terhadap emas," ujar Nitesh Shah, ahli strategi komoditas di WisdomTree, kepada Reuters.

"Kami tidak akan terkejut jika emas mengembalikan sebagian dari keuntungannya karena The Federal Reserve AS sedang membicarakan penurunan suku bunga dalam waktu dekat, namun ketika penurunan suku bunga terlihat pasti, kami memperkirakan emas akan diperdagangkan lebih tinggi secara signifikan," tambah Shah.

Kesaksian Ketua The Fed Jerome Powell di Kongres pada hari Rabu dan Kamis akan diawasi dengan ketat untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai jalur suku bunga AS. Rilis ekonomi utama AS berikutnya adalah laporan ketenagakerjaan bulan Februari yang akan dirilis pada Jumat.

Menurut alat CME FedWatch, para pelaku pasar saat ini melihat peluang 70% bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga pada Juni 2024.

Emas tertekan ketika suku bunga tinggi untuk mengendalikan inflasi, meningkatkan imbal hasil aset pesaing seperti obligasi dan meningkatkan nilai dolar, sehingga membuat logam mulia menjadi lebih mahal bagi pembeli di luar negeri.

Harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga AS. Kenaikan suku bunga AS akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury menguat. Kondisi ini tak menguntungkan emas karena dolar yang menguat membuat emas sulit dibeli sehingga permintaan turun. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury membuat emas kurang menarik.

Namun, suku bunga yang lebih rendah akan membuat dolar AS dan imbal hasil US Treasury melemah, sehingga dapat menurunkan opportunity cost memegang emas. Sehingga emas menjadi lebih menarik untuk dikoleksi. dilansir cnbcindonesia.com

Tags
SHARE