SHARE

Kemen PPPA Dukung Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak di Bangka Selatan

CARAPANDANG - Untuk melihat capaian keberhasilan Program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melaksanakan Monitoring dan Evalusi Pelaksanaan DRPPA di Kabupaten Bangka Selatan pada 3-4 Juli 2023. Program DRPPA telah di launching di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 2022 lalu. Sejak saat itu, pengembangan dan peningkatan capaian 10 indikator DRPPA terus dilakukan di 6 Desa yang yang menjadi percontohan DRPPA, diantaranya di Desa Payung dan Gadung, Kabupaten Bangka Selatan.

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh SKPD, kepala desa, relawan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) dan perwakilan Forum Anak Desa, Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan dan lingkungan, Kemen PPPA menyampaikan bahwa 4 indikator kelembagaan yang menjadi modal dasar pelaksanaan DRPPA harus terus dikembangkan dan dikuatkan. Melalui pengorganisasian perempuan dan anak di desa,  diharapkan perempuan dan anak dapat menyampaikan usulan atau aspirasinya  terkait isu perempuan dan anak di forum-forum desa.

Kemudian, dalam profil desa, tidak hanya menggambarkan situasi desa, namun juga isu perempuan dan anak yang terpilah mulai dari jenis kelamin, usia, pendidikan kesehatan, dan lainnya sehingga dapat memudahkan  dalam intervensi yang dapat diberikan dalam rangka pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Lebih lanjut, Rohika mendorong agar peraturan Desa yang sudah ada, perlu dilakukan telaahan hukum untuk mengukur capaian 10 indikator DRPPA. Disamping itu, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Desa harus bisa mengakomodir program DRPPA dan penambahan aset desa untuk mengakomodir berbagai kegiatan perempuan dan anak seperti posyandu, gedung pertemuan desa, tempat Penitipan Anak, PAUD, dan lainnya.

Rohika melanjutkan, di tahun ke 2 pelaksanaan DRPPA, difokuskan pada pencapaian 6 indikator substansi yang meliputi, peningkatan  persentase keterwakilan perempuan dan perempuan wirausaha di desa; semua anak mendapatkan pengasuhan berbasis hak anak; tidak ada kekerasan terhadap perempuan dan anak dan korban tindak pidana perdagangan orang; tidak ada pekerja anak dan  tidak ada anak yang menikah di bawah usia 19 tahun.

Oleh karena itu, Rohika menghimbau agar keterwakilan perempuan dalam struktur desa seperti BPD tidak hanya duduk di sekretariat namun juga pada bidang-bidang strategis sehingga dapat menyuarakan kepentingan perempuan dan anak serta mengambil keputusan. Saat pemilihan keterwakilan perempuan mereka perlu ditingkatkan kapasitasnya dan didampingi. Kelompok-kelompok wirausaha perempuan yang sudah ada seperti kelompok wanita tani, PKK, dan pengajian juga dapat berperan melaksanakan DRPPA dengan menyuaraan isu-isu perempuan. Seperti dalam kegiatan kelompok pengajian dalam festival rebana di Desa Gadung, diharapkan ada pesan-pesan positif yang dapat disamapaikan dalam syair lagunya, PKK juga dapat menyosialisasikan berbagai isu perempuan dan anak seperti pencegahan kekerasan, pekerja anak, perkawinana anak, dan pengasuhan berbasis hak anak yang melibatkan peran ayah dalam pengasuhan.

Merespon masih terjadinya kasus kekerasan di 2 desa, Rohika meminta agar dibangun mekanisme penanganan kekerasan perempuan dan anak di tingkat desa yang mencakup perlindungan saksi dan korban, adanya tempat pengaduan, dan membangun kerjasama dengan kepolisan sebagai contact yang dapat dihubungi.  Kedua desa telah memiliki tempat pengaduan di kantor desa. Rohika juga menegaskan perlunya koordinasi, sinergi dan kegiatan lintas sektor di tingkat provinsi untuk mengawal pengembangan DRPPA.

Sementara, Kabid Pemberdayaan Perempuan, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Kependudukan Pencatatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana  Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Engkus Kuswenda menyampaikan bahwa pihaknya akan terus melalukan peningkatan kapasitas terhadap perempuan seperti memberikan pelatihan peningkatan ekonomi melalui industri rumahan, peningkatan kapasitas relawan  SAPA, penegmbangan fasilitator daerah  dan juga melakukan koordinasi lintas sektor untuk mendukung pelaksanaan DRPPA.

Di sisi lain, sebagai Praktik baik di Desa Payung, sejak menjadi percontohan sebagai DRPPA sudah tidak ada perkawinan anak di Desa ini. Dalam upaya Pencegahan perkawinan anak, Desa Payung  telah menerapkan sanksi sosial terhadap masyarakat apabila melakukan perkawinan anak dimana kepala desa dan perangkatnya serta relawan SAPA tidak akan menghadiri acara tersebut dan tidak meminjamkan berbagai fasilitas desa seperti tenda, kursi dan lainnya dan bila terjadi pelanggran, maka perangkat desa dan relawan SAPA harus mengundurkan diri.

Berbeda, dengan Desa Payung, Kepala Desa Gadung, Nuriskandar menyamapaikan bahwa di desanya masih terjadi kasus perkawinanan anak. Sepanjang tahun 2023, sudah ada 1 kasus perkawinan anak. Namun Desa Gadung juga telah berupaya menekan angka perkawinan anak melalui himbauan kepada pemuka agama agar tidak merekomendasikan anak yang menikah dibawah umur, memberikan pembinaan kepada orang tua dan anak terkait dampak sosial, dan semua elemen di desa termasuk relawan SAPA telah berperan aktif memeberikan penyuluhan dan edukasi tentang perkawinan anak. dilansir kemenpppa.go.id



Tags
SHARE